Giri Yasa

Giri Yasa
kampusku, rumahku juga..

Penyulut Api..

Serang Rumah Kartunis Nabi Muhammad, Pria Somalia Ditembak Polisi

Nograhany Widhi K - detikNews.com







Kopenhagen
- Masih ingat Kurt Westergaard, kartunis pembuat karikatur 'Bom in The Turban' yang mengammbarkan sosok Nabi Muhammad SAW? Rumah Westergaard diserang. Penyerangnya, seorang pria Somalia ditembak polisi Denmark.

Begitulah mereka, berbeda sekali dengan masyarakat kita yang berhati mulia untuk bisa saling menghargai keberagaman budaya, ras dan agama dan segala macam bentuk perbedaan seperti yang terkandung dalam butir-butir Pancasila dan yang tercantum dalam UUD '45.

Namun, terkadang masyarakat kitapun tercerai. Akan tetapi, itu semua karena ulah oknum/provokator yang hilaf (atau pura-pura hilaf) yang hanya memikirkan tentang kedudukan partai politiknya sehingga masyarakat kecil menjadi ujung tombak untuk meluluh-lantahkan musuh-musuhnya.

Terima kasih Gus..





selamat jalan gus dur..
seorang tokoh Islam moderat dan pendukung toleransi etnis dan keagamaan


Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya'ban, sama dengan 7 September 1940.

Beliau lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang Penakluk". Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas".

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.

Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.

Pada tahun 1944, Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Wahid pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Abdurrahman Wahid belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Wahid juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April 1953, ayah Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikan Wahid berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama. Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.


http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) didirikan pada tahun 1993 berdasarkan Surat Keputusan Bersama Mendikbub dan Menhankam Nomor : Kep/0307/U/1994 - 10/XI/1994 tanggal 29 Nopember 1994 tentang Peningkatan Pengabdian UPN “Veteran” Jawa Timur melalui Pelaksanaan Keterkaitan dan Kesepadanan, maka status UPN “Veteran” beralih dari Perguruan Tinggi Kedinasan menjadi Perguruan Tinggi Swasta. Pada tahun 1994 s/d 1998 Jurusan Teknik Lingkungan berstatus “Disamakan”, tahun 2002 s/d sekarang sesuai dengan hasil Akreditasi BAN PT Depdiknas Nomor : 05024/Ak-V-S1-61/UPITEA/VIII/2002, Jurusan Teknik Lingkungan berstatus Terakreditasi Nilai B. Sampai tahun akademik 2007 2008, jumlah lulusan yang dihasilkan sebanyak 98 orang
Tahun 1996 mendapat Status Diakui berdasarkan SK. Mendikbud R.I. Nomor : 022/D/0/1995
Pada tahun 1996 s/d 1998 berstatus “Disamakan, dan pada tanggal 14 Agustus 2002 , 2 jurusan yaitu Teknik Lingkungan dan Teknik Arsitektur telah mendapat status ter-akreditasi penuh dengan klasifikasi B dari Badan Akreditasi Nasional Nomor : 05024/Ak-V-S1-61/UPITEA/VIII/2002,sedangkan jurusan Teknik Sipil berdasarkan SK Badan Akreditasi Nasional (BAN) No: 010/BAN-PT/Ak-IX/S1/VII/2005, telah mendapat peringkat Akreditasi dengan nilai B.
Sampai dengan akhir Tahun Akademik 2007- 2008, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan mempunyai mahasiswa aktif sebanyak 641 mahasiswa, dan telah meluluskan sebanyak 1095 orang. Jumlah dosen tetap sebanyak 41 dosen dan dosen tidak tetap sebanyak 37 dosen.

http://ftsp.upnjatim.ac.id